Slot Gacor MAXWIN

Selalu Membayar Kemenangan Anda

Uncategorized

InfoBogor » Perawatan Transportasi Umum Bogor Dinilai “Asal-asalan”

“Pemilik usaha transportasi umum hanya memperbaiki kendaraan mereka dibengkel seadanya, bukan di bengkel terakreditasi, karena tidak ada bengkel resmi di kota besar mau terima Kopaja, Metro Mini ataupun angkot,” kata Pengamat transportasi Rudy Thehamihardja di Kota Bogor, saat ditemui, Rabu.

Mantan Ketua Bidang Angkutan di DPP Organda, Rudy menyebutkan, hingga saat ini jasa angkutan umum di seluruh Indonesia termasuk Kota Bogor, DKI Jakarta belum memiliki bengkel sebagai jasa perawatan kendaraan.

Tidak adanya bengkel terakreditasi ini yang menyebabkan kondisi metro mini dan kopaja serta angkutan umum lainnya yang beroperasi di Kota Bogor dan daerah lainnya menjadi kurang optimal sesuai standar pabrikan, sehingga layanan kepada penumpang tidak terpenuhi dan mengancam keselamatan penumpang.

“Karena tidak ada kewajiban bengkel terakreditasi, jadi pengusaha hanya mempercayakan perawatan kendaraannya kepada bengkel seadanya, yang tidak memiliki jaminan bersertifikasi baik tenaga dan bengkelnya dari produsen kendaraan,” kata Rudy.

Sebagai pemerhati transportasi, Rudy mengatakan, kondisi yang sama juga akan dialami oleh Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) Trans Pakuan, dan perusahaan transportasi milik daerah lainnya.

Hal ini, kata Rudy, dikarenakan keberadaan Perusahaan Daerah Jasa Transportasi tidak ada hilirnya, akan bernasib sama dengan mentro mini, kopaja dan angkutan umum lainnya, akan habis dimakan massa dan berangsur rusak, selama regulasi terkait adanya bengkel yang terakreditasibagi pemilik jasa angkutan tidak diberlakukan.

“Tidak adanya bengkel sebagai jasa perawatan kendaraan ini menjadikan tidak ada jaminan keselamatan bagi para penumpang,” kata Rudy.

Rudy yang kini menjabat sebagai anggota bidang advokasi, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyebutkan, perlunya bengkel yang terakreditasi dan teknisi bersertifikasi yang dimiliki oleh perusahaan jasa angkutan untuk menjamin keselamatan penumpang dalam menggunakan transportasi umum.

Banyak kasus terjadi, seperti kecelakaan maut yang terjadi di jalur Puncak, seperti Karunia Bhakti yang menewaskan belasan orang pada 2012 dan bus Giri Indah yang menewaskan 20 orang pada Agustus lalu menjadi pelajaran serius.

“Dalam kasus kecelakaan ini, yang menjadi tersangka adalah supir yang harus mempertanggungjawabkan seorang diri kecelakaan tersebut. Karena tidak adanya aturan jelas, yang seharusnya pemilik jasa transportasi ikut bertanggungjawab karena telah lalai memperhatikan kondisi kendaraanya,” kata Rudy.

Kelalain ini menurut Rudy, karena tidak adanya aturan tegas terkait perawatan kendaraan yang diwajibkan bagi setiap pemilik kendaraan angkutan umum.

Meskipun ada dilakukan uji KIR bagi setiap kendaraan umum, lanjut Rudy, namun pengujian tersebut belum ideal untuk menjamin kondisi kendaraan benar-benar laik jalan.

“Karena selama ini uji KIR hanya melihat hasil tidak melihat proses pencapaian perawatan kendaraan tersebut dinyatakan laik jalan,” katanya.

Hal ini membuat uji KIR tidak ideal untuk menjamin kelaikan jalan kendaraan, selama pengujian hanya menguji hasil kendaraan, sedangkan proses mencapai kelaikan itu tidak dilihat, sehingga ada kemungkinan dicurangi.