Slot Gacor MAXWIN

Selalu Membayar Kemenangan Anda

Uncategorized

InfoBogor » Kemacetan Jalur Bocimi Hambat Ekonomi Masyarakat

Kemacetan yang terjadi di jalur Bocimi (Bogor-Ciawi-Sukabumi) sangat merugikan masyarakat, baik dari segi waktu, ekonomi, produktivitas kerja, terutama bakan bakar kendaraan, demikian disampaikan Dekan Fakultas Ilmu Politik Sosial dan Komunikasi Universitas Djuanda. 

“Tidak hanya itu, kemacetan menghambat pertumbuhan dan perkembangan sosial masyarakat setempat mengingat di daerah itu banyak siswa sekolah mulai dari TK hingga perguruan tinggi,” ujar Bedi Iriawan Maksudi, Dekan Fakultas Ilmu Politik Sosial dan Komunikasi (Fisikom) Universitas Djuanda, di Bogor, Senin.

Situasi jalan Raya Mayjen HE Sukma atau jalur Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi) meski telah dilebarkan dan mulus, namun kerusakan kembali terjadi hampir di sepanjang jalan tersebut.

Lubang-lubang mulai dari ukuran kecil hingga lebar dan dalam terlihat di pinggiran jalan sepanjang jalur Bocimi. Hingga tiga bulan terakhir kemacetan tidak terhindar akibat longsor yang terjadi di wilayah Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.

Menurut Bedi, geliat ekonomi masyarkaat kecil dan pekerja pabrik maupun kantoran sangat terganggu dengan kemacetan di kawasan tersebut.

Sementara itu, jalur Bocimi sendiri merupakan satu-satunya akses utama sebagai prasarana transportasi dari dan menuju Sukabumi.

Bedi menjelaskan, beberapa hal yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab kemacetan di jalur Bocimi diantaranya, jalan dan jembatan rusak, kendaraan besar yang lewat setiap jam dan melaju dengan pelan, volume kendaraan yang bertambah, kendaraan umum yang ngetem sembarangan pada jam pulang pabrik atau sekolah, serta banyaknya persimpangan jalan.

“Saat ini, kemacetan di Bocimi terjadi hampir setiap hari,” ujarnya.

Dulunya, lanjut Bedi, untuk menempuh perjalanan dari Ciawi menuju Cigombong (batas Kabupaten Bogor-Sukabumi di Selatan) membutuhkan waktu 20 sampai 30 menit.

Saat ini untuk melewati jalur yang sama membutuhkan waktu sekita satu hingga tiga jam lamanya.

“Apalagi sekarang ada jembatan “bailey” akibat longsor yang sedang diperbaiki Kementerian Pekerjaan Umum,” ujarnya.

Menurut Bedi, apabila jembatan bailey di Caringin bisa diperbaiki dengan cepat maka akan membantu mengurai kemacetan Bocimi.

Ia memisalkan, perbaikan jembatan bailey lambat hanya karena menunggu APBN disahkan tahun 2014, ini sama saja Kementerian PU tidak pro rakyat.

Dipaparkannya, perbaikan jalur Bocimi dilakukan untuk kepentingan masyarakat banyak.

“Mau tidak mau harus dianggap darurat,” ujarnya.

Bedi berpendapat, dengan melihat kondisi Bocimi saat ini, percepatan pembangunan jalan tol Bocimi adalah solusi yang paling tepat.

Ia mengansumsikan, menurut situs “consumerenergycentre.org California, kendaraan yang diam dengan mesin tetap menyala menghabiskan bahan bakar sekitar 3,785 liter per jam.

Jika harga satu liter bensin premium saat ini adalah Rp6.500 per liter, berarti jika satu kendaraan mengalami macet selama satu jam dalam sehari menghabiskan 3.785 liter x Rp6.500/liter = Rp24.602.500/hari.

Dalam sebulan, jika diasumsikan kasar 20 hari kerja terjadi kemacetan 20 hari x Rp24.602.500 = Rp492.050.000.

“Ini adalah asumsi kasar biaya kemacetan untuk satu kendaraan roda empat per bulan,” ungkapnya.

Ia kembali mengansumsikan, jumlah kendaraan roda empat yang lewat dalam satu menit ke salah satu arah diasumsikan 50 kendaraan.

Artinya, dalam satu jam terdapat 3.000 kendaraan, dalam satu hari terdapat 72.000 kendaraan ke satu arah. Dan jumlah total kendaraan yang lewat dalam satu hari ke dua arah di jalan ini dapat diasumsikan sekitar 150.000 kendaraan roda empat, sehingga dalam 20 hari kerja yang macet, terdapat 3 juta kendaraan roda empat yang terkena macet.

Sehingga, 3 juta kendaraan roda empat x Rp492.050.000 = Rp 1.476.150.000.000.000.

“Luar biasa, jumlahnya mencapai ribuan triliun. Itu adalah perkiraaan kasar kerugian bahan bakar minyak di jalur Bocimi per bulan. Belum dari sisi waktu, sparepart, dan lain-lain,” ujarnya.

Kemacetan yang terjadi di jalur Bocimi telah dikeluhkan oleh banyak pihak termasuk masyarakat setempat.

Masyarakat setempat merasa di-anaktirikan dengan lambannya penanganan jalur Bocimi.

Tokoh Masyarakat Kabupaten Bogor, Adi Wibowo menyampaikan, Pemerintah Pusat harus benar-benar peduli terhadap kondisi lalulintas di jalur Bocimi.

“Seperti untuk pembebasan jalur tol, harus didapatkan harga yang tepat dan cepat. Begitu juga Pemerintah Pusat harus melibatkan Pemkab Bogor, masyarakat dan berbagai pihak yang berkompeten,” ujarnya.

Adi menambahkan, situasi jalur Bocimi saat ini sangat merugikan masyarakat dan pengusaha. Dampak negatif sosialnya cukup tinggi.

“Kami perhatikan berapa jumlah pengusaha yang mengalami kebangkrutan dan kerugian, dari pengusaha kecil hingga pengusaha yang berskala besar. Maka sudah saatnya Pemerintah Pusat lebih serius menangani permasalahan jalur Bocimi,” ujarnya.

Sumber: Antara Bogor